Rabu, 16 April 2008

Senin, 14/04/2008 13:55 WIB

Djony Edward

Saat kuda hitam memimpin

oleh : Djony Edward
Wartawan Bisnis Indonesia

Perhitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat di KPUD setempat belum lagi usai. Tapi suara sementara dan hasil survei serta quick count menunjukkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf (HADE) mulai mengungguli perhitungan suara.

Kemenangan pasangan yang kerap disebut 'kuda hitam' ini memang sudah di depan mata. Paling tidak, menurut perhitungan KPUD pada Senin 14 April pkl. 11:00 WIB, menunjukkan pasangan Danny Setiawan-Iwan Ridwan Sulanjana (DAI) meraih 425.245 suara (27%), Agum Gumelar-Nu'man Abdul Hakim 534.439 (34%), dan HADE 614.960 (39%).

Disebut 'kuda hitam' lantaran pasangan ini relatif masih muda dengan dukungan suara dari PKS dan PAN yang sangat terbatas. Bandingkan dengan DAI yang selain incumbent juga memiliki basis dukungan massa yang besar, baik dari Partai Golkar, Partai Demokrat, PNBK, PBSD, PNI Marhaen, PSI, dan PPDI. Sementara AMAN jelas, selain didukung PDIP, PPP, PKB, PBB, PKPB, PBR dan PDS, juga menampilkan TNI senior, mantan menteri dan bahkan mantan calon Wapres.

Pasangan HADE sebelumnya disurvei sering diposisikan sebagai underdog, kurang diperhitungkan, bahkan dilirik pun tidak.

Tapi kemenangan pasangan HADE benar-benar mengejutkan semua pihak, termasuk PKS dan PAN sebagai parpol pendukung kedua tokoh muda tersebut.

Tabel hasil perhitungan sementara dan quick count
Lembaga pensurvei DAI AMAN HADE
PKS Jabar 25,89% 35,80% 38%
KPU Jabar 27% 34% 39%
LSI (Saiful Mujani) 25,89% 34,14% 39%
Kompas 24,29% 35,33% 40,36%
Sumber: Diolah dari berbagai sumber

Faktor kemenangan

Jika mengamati kemenangan HADE yang fenomenal, dibandingkan kemenangan kader PKS lain di Depok dan Kabupaten Bekasi, kemenangan di tingkat Gubernur Jabar ini memang di luar prediksi.

Seperti hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 9-12 Maret 2008, pasangan AMAN mendulang suara terbanyak sebesar 48,5%. Disusul dengan pasangan DAI 25,5%, dan HADE 16,6%. Sisanya sebanyak 9,4% masih belum menentukan pilihan.

Survei ini tidak hanya membuat AMAN percaya diri, tapi juga membuat pasangan HADE kecut dan berkecil hati. Apalagi Jawa Barat merupakan kantung-kantung suara PDIP (AMAN) dan Golkar (DAI). Tapi karena proses pemilihan gubernur tetap harus dijalankan, maka hanya upaya dan doa yang menentukan.

Paling tidak ada beberapa hal yang bisa menjelaskan mengapa pasangan HADE mengungguli dua pasangan lainnya.

Pertama, Golkar dan PDIP sama-sama memiliki calon dan keduanya ingin menempatkan orang nomor satu di Jawa Barat. Praktis Golkar ingin mempertahankan Danny Setiawan dan PDIP memajukan Agum Gumelar. Kondisi ini ternyata tidak menguntungkan kedua calon tersebut, sehingga HADE menyalip di tingkungan dan sudah ada presedennya.

Tengok kasus pilkada Walikota Depok di mana Nurmahmudi Ismail-Yuyun Wirasaputra (43,9%) mengungguli pasangan Golkar Badrul Kamal- Syihabuddin Achmad (38,9%), setelah pecah kongsi dengan PDIP yang mengajukan calon Yus Ruswandi dan HM Soetadi Dipowongso

Demikian pula saat pilkada Kabupaten Bekasi, di mana pasangan Sa'aduddin-Darip Mulyana (PKS) mengungguli pasangan Saleh Manaf-Omin Basyuni (Golkar) dan (PDIP).

Padahal di banyak pilkada dan pilgub, ketika PDIP-Golkar bersatu calon yang diajukan unggul. Simak saja Pilgub DKI Jakarta dan Banten, pilkada Walikota Bekasi serta Tangerang.

Kedua, kerja mesin PKS yang efektif. Seperti diketahui partai kader ini memiliki kinerja mesin politik yang serius, mau bekerja keras dan cerdas. Sehingga sudah ada SOP untuk penentuan calon, pengumpulan dukungan, hingga pemantauan dan pengawalan surat suara. Kerja mesin politik PKS tak diragukan menjadi faktor penentu kemenangan pasangan HADE, terutama di kantung-kantung suara PKS seperti Bogor, Bekasi, Depok, Purwakarta dan Sukabumi.

Ketiga, faktor Dede Yusuf yang artis ikut menjadi penentu kemenangan pasangan HADE, terutama kontribusinya dalam mengatrol suara-suara di luar kantung suara PKS seperti di Cirebon, Bandung dan Cimahi.

Keempat, pasangan HADE dan AMAN sama-sama mengusung perubahan, namun ruh perubahan itu justru ada pada pasangan HADE mengingat pasangan AMAN merupakan muka-muka lama dan itu diketahui benar oleh rakyat pemilih. Agum Gumelar pernah menjadi menteri, Ketua Koni, cawapres dan calon gubernur DKI.

Sementara figur Danny Setiawan dan Iwan Ridwan Sulanjana dianggap tidak menjual karena dianggap figur masa lalu dan tidak reformis.

Kelima, letak posisi Jawa Barat yang luas (63.000 TPS) ditambah dengan jumlah pemilih yang besar (27 juta dari 39 juta penduduk) membuktikan bahwa mesin politik yang tanggung sulit untuk menguasai wilayah seluas ini dan pemilih sebanyak itu. Hanya pertumbuhan kader yang alami, seperti yang terjadi di PKS, yang bisa meraup simpati sebanyak itu.

Keenam, pada saat kampanye berlangsung ada kejadian-kejadian kader parpol yang menjadi faktor negatif bagi pasangan AMAN. Seperti kasus tertangkapnya Al Amin Nasution (dari PPP), dan perseteruan Gus Dur dengan Cak Imin (di PKB). Publik jenuh, bosan, dan bahkan kesal dengan adegan-adegan tak bermutu dari sejumlah parpol. Pada saat aksi penangkapan sejumlah kader parpol karena dikaitkan dengan KKN, PKS justru mengembalikan dana gratifikasi ke KPK sebesar Rp2 miliar.

Ketujuh, gaya kampanye pasangan HADE yang menyentuh human interest dibandingkan pasangan DAI dan AMAN yang standar.

Introspeksi

Kemenangan pasangan HADE, yang konon kabarnya dengan bermodalkan biaya kampanye hanya Rp800 juta itu, bukanlah segala-galanya. Itu bukan tujuan akhir dari perhelatan besar pilgub Jabar. Justru kemenangan itu adalah titik awal bagi PKS dan PAN untuk sama-sama introspeksi diri, jangan sampai mabuk kepayang, mabuk kemenangan.

Tantangan yang lebih berat justru menghadang di depan, yakni formasi kader kedua parpol pendukung di DPRD Jabar tidak lebih besar dari kader Golkar, PDIP serta gabungan dari parpol lain seperti PPP, PKB, PBR, PDS, dan lainnya.

Artinya, tugas terberat ke depan adalah bagaimana menjalin komunikasi politik kepada elit-elit partai serta anggota DPRD terkait dengan kelancaran program dan anggaran. Pengalaman Depok jangan sampai terulang, karena selain pemerintahan jadi tidak efektif juga citra parpol pendukung partai juga menjadi kurang baik.

Karena itu kerja elit PKS dan PAN juga diperlukan guna menopang kelancaran pemerintahan Jawa Barat yang akan dipimpin oleh HADE ke depan.

Walaupun partisipasi pemilih dalam pilgub Jabar ini hanya sekitar 65%, namun angka itu jauh lebih baik dari pilkada Depok dan Bekasi. Artinya masih ada harapan bagi pasangan HADE untuk merangkul kembali peran serta publik, dewan, pengamat dan ulama setempat untuk sama-sama memajukan Jawa Barat. Proficiat...!

Tidak ada komentar: