Rabu, 02 Juli 2008

Ali Mufiz Meminta Semua Dukung Bibit

Tidak Mencoblos Hak Setiap Warga Jawa Tengah
Rabu, 2 Juli 2008 | 11:34 WIB

Semarang, Kompas - Gubernur Jateng Ali Mufiz meyakini Gubernur dan Wakil Gubernur Jateng terpilih Bibit Waluyo-Rustriningsih mampu menyelesaikan berbagai persoalan di Provinsi Jateng. Ia juga meminta seluruh pihak di Jateng mendukung Bibit-Rustriningsih saat memimpin Jateng sejak mulai dilantik 23 Agustus 2008 hingga tahun 2013.

"Saya meyakini jika pasangan Bibit Waluyo dan Rustriningsih akan berusaha keras memecahkan berbagai persoalan di Jateng. Berbagai persoalan itu nanti akan saya sampaikan pada memori akhir jabatan saya," kata Ali Mufiz di Kantor KPU, Selasa (1/7), saat KPU menetapkan Bibit-Rustri sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih Jateng 2008-2013.

Kemenangan Bibit-Rustri yang mencapai 43,44 persen itu dibayang- bayangi tingginya pemilih yang tidak mencoblos atau golongan putih, yakni 41,5 persen. Mengenai tingginya pemilih yang tidak mencoblos, Ali Mufiz mengatakan, tingginya masyarakat Jateng yang tidak memberikan suaranya pada Pilgub Jateng adalah hak setiap warga. Menurut dia, upaya yang dilakukan KPU untuk menyosialisasikan pelaksanaan pilgub sudah maksimal.

"Kita tidak bisa memaksa warga untuk memberikan suaranya pada pilgub. Itu adalah hak setiap warga," kata Ali Mufiz.

Terkait tingginya jumlah suara tidak sah, Ketua KPU Jateng Fitriyah mengungkapkan, suara tidak sah itu terjadi karena memang kesengajaan oleh pemilih. Ia menolak jika KPU dinilai kurang menyosialisasikan tata cara pencoblosan.

"Masyarakat Jateng sudah terbiasa dengan pemilihan langsung pada pemilihan kepala daerah di kabupaten dan kota. Jadi, itu bukan karena mereka tidak mengerti cara mencoblos, tapi memang pada prinsipnya tidak ingin memberikan suara," ucap Fitriyah.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pada Universitas Diponegoro Semarang, Warsito, berpendapat ada beberapa penyebab tingginya angka golput. "Tingginya angka yang tidak memberikan suaranya pada Pilgub Jateng bisa disebabkan masyarakat kita sudah tidak percaya lagi dengan partai politik dan calon yang ada. Mereka menganggap parpol dan calon tidak mampu memberikan perubahan apa pun jika mereka terpilih," tutur Warsito.

Hal lain yang menjadi penyebab, kata Warsito, kesadaran berdemokrasi masyarakat semakin tinggi di era sekarang. Jika di era Orde Baru memberikan suara dianggap kewajiban, kini masyarakat menganggap itu sebagai hak. Artinya, diperbolehkan untuk memilih atau tidak memilih.

Menurut Warsito, ada dua pelajaran positif dan negatif yang bisa dipetik terkait tingginya angka golput di Jateng. Yang positif, kata dia, tingginya golput menjadi bahan refleksi partai politik atau calon mengapa mereka tidak dipilih masyarakat. "Sisi negatifnya adalah dikhawatirkan ini akan mengganggu iklim demokrasi kita jika masyarakat semakin apatis," jelas Warsito. (A03)

Tidak ada komentar: