Sabtu, 26 Juli 2008

Pilkada Jatim (2)

"Ngadatnya" Mesin Pengumpul Suara
Jumat, 25 Juli 2008 | 01:43 WIB 

Oleh INDAH SURYA WARDHANI

Suka tidak suka, partai politik masih menjadi kendaraan politik untuk tampil di panggung kekuasaan. Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim pada Rabu (23/7), kelima pasangan kandidat yang gagal melewati aturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sesungguhnya semua merupakan hasil usungan parpol. Makanya, kegagalan kelima kandidat itu untuk lolos justru menjadi ukuran juga ujian kemampuan parpol itu sebagai pengumpul suara.

inamika politik di wilayah Jatim selama 2004-2008 sebetulnya sudah menunjukkan kalau kemampuan mesin politik partai sebagai penggalang dukungan belum berfungsi optimal dan suka ngadat. Lihat saja kasus parpol yang sukses mendulang suara pada pemilu legislatif tahun 2004, ternyata tidak menuai keberhasilan dalam pilkada selama 2005-2008.

Jatim adalah muara dua aliran politik agamis dan nasionalis. Kedua aliran itu terwakili dalam PKB dan PDI-P, dua parpol yang menguasai konstelasi politik di wilayah ini. PKB merupakan anak kandung Nahdlatul Ulama, yang secara kultural memiliki basis kuat di wilayah Jatim. PKB menang di Jatim pada pemilu tahun 1999 dengan menguasai 35,6 persen dari 19,77 juta suara yang masuk. Perolehan ini mengungguli PDI-P dengan suara yang tidak terpaut jauh (33,7 persen).

Hal ini merupakan fenomena karena secara nasional, PKB menduduki peringkat ketiga dengan suara 12,6 persen. Sementara itu, partai pemenang pemilu tahun 1999 adalah PDI-P (33,7 persen) disusul Partai Golkar (22,4 persen).

Keberhasilan PKB di Jatim kembali terulang pada pemilu legislatif 2004. Meski jumlah suara menurun, PKB masih menguasai sepertiga wilayah Jatim (30,55 persen). Sementara itu, posisi kedua dan ketiga masih sama dengan tahun 1999, yakni PDI-P (21,00 persen) dan Partai Golkar (13,2 persen).

Bila dicermati, perolehan suara ketiga partai pemenang pemilu di Jatim ini menurun. Simpati pada partai baru, Demokrat, menjadi salah satu penyebabnya. Partai Demokrat yang didirikan pada tahun 2001 itu berhasil menyodok susunan politik dengan meraih posisi keempat (7,39 persen). Menggelembungnya kantong suara juga dialami oleh PPP (6,9 persen) dan PAN (4,9 persen). Namun, dibandingkan dengan tahun 1999, perolehan suara kedua partai itu tidak meningkat signifikan.

”Ngadat” modal suara

Namun, susunan itu ternyata tidak serupa dan sebangun dengan dinamika pilkada kabupaten kota. PKB menyia-nyiakan kesempatan emas. Dari 30 pilkada di Jatim selama ini, hanya 10 yang dimenanginya. Bahkan, hanya empat yang menang sendirian, sisanya harus berkoalisi, baik dengan Golkar, PKS, maupun PAN. Dalam pilkada kali ini, bahkan massa PKB banyak lari ke calon lain. Kaji mendapatkan untung terbesar dari limpahan suara PKB (lihat grafik).

PDI-P juga mengalami hal serupa. Partai unggulan kedua di Jatim ini hanya sukses tanpa koalisi pada Pilkada Kabupaten Blitar, Nganjuk, dan Kota Batu.

Wajar jika kemampuan parpol dalam menggalang dukungan massa kini dipertanyakan efektivitasnya. Suara pemilih kini tidak semata-mata didasarkan pada parpol, tetapi justru kepada figur. Namun, dalam Pilkada Jatim, partai berlambang banteng ini menunjukkan itikad yang keras meskipun calonnya kurang populer. Setidaknya, 48 persen pemilih PDI-P setia pada pilihan partainya.

Pilkada Jatim memberikan ujian bagi mesin parpol lagi. Padahal, semua pasangan calon ini adalah usungan parpol. Tiga di antaranya diusung tanpa koalisi, yakni Sutjipto-Ridwan Hisjam (SR) oleh PDI-P, Soenarjo-Ali Maschan Moesa (Salam) oleh Partai Golkar, dan Achmady-Suhartono (Achsan) oleh PKB. Sementara itu, dua lainnya diusung oleh koalisi parpol. Khofifah-Mudjiono (Kaji) oleh koalisi PPP dan 12 parpol, sedangkan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa) oleh koalisi PAN, Partai Demokrat, dan PKS.

Pasangan Achsan sesungguhnya potensial menguasai suara hingga 30,55 persen. Kantong suara pasangan ini tersebar di seluruh Jatim, terutama di wilayah Madura.

Namun, hasil ujian berkata lain. Perolehan suara berdasarkan hasil hitung cepat Kompas-SCTV menunjukkan bukti ketidaklulusannya.

Sebaliknya, pasangan Karsa justru untung dan lulus. Dengan modal suara 15 persen suara partai, mereka mampu menggaet lebih. Peranan PAN cukup besar dalam mendongkrak suara, 70,5 persen massa partai ini memilih Karsa. Hal yang sama juga menimpa pasangan Kaji. Modal 17 persen, mampu meraih 25 persen.

Bahkan, dari semua partai, basis massa PPP terlihat paling solid, 73,8 persen memilih Kaji. Baik Karsa maupun Kaji akan siap ”main” lagi di putaran kedua Pilkada Jatim. Salah satu harus siap tidak lolos.

(INDAH SURYA WARDHANI /Litbang Kompas)

1 komentar:

infogue mengatakan...

artikel anda :

http://politik.infogue.com/
http://politik.infogue.com/_ngadatnya_mesin_pengumpul_suara

promosikan artikel anda di www.infogue.com dan jadikan artikel anda yang terbaik dan terpopuler menurut pembaca.salam blogger!!!